Kyai Slamet merupakan
pemberian Bupati Ponorogo kepada Pakubuwono II (1711 - 1749). Kyai Slamet
merupakan kerbau putih keturunan kerbau albino diberikan bersama sebuah pusaka
bernama Kyai Slamet. Karena bertugas sebagai pemimpin
barisan pusaka Kyai Slamet ini
maka kerbau tersebut dinamakan Kebo Kyai Slamet. Alhasil, kebo Kyai Slamet
menjadi hewan kesayangan raja hingga akhirnya setelah lebih dari 270 tahun
keturunan kerbau putih itu bertahan hingga sekarang.
Surakarta sendiri
memiliki 3 prosesi kirab 1 Suro, yakni Kirab 1 Suro Keraton Kasunanan, Puro
Mangkunegaran, dan Kasultanan Pajang, masing-masing dengan kekhasannya
tersendiri. Kirab tersebut rutin diselenggarakan setiap
tahun baru hijriyah atau dalam kalender jawa yaitu tanggal 1 suro. Salah satu pusaka yang
unik dari Keraton Kasunanan Surakarta adalah Kyai Slamet.
Kirab 1 Suro ini diikuti
oleh sekitar 7 ribu abdi dalem, sentana, dan masyarakat umum yang peduli
budaya. Peserta kirab diharuskan memakai beskap hitam bagi pria atau kebaya
hitam bagi wanita. Selain itu diharuskan juga menggunakan samir, semacam kalung
dari kain warna kuning dengan pinggiran merah. Samir merupakan semacam izin
memasuki keraton karena keraton tidak hanya dihuni manusia, namun juga makhluk
dimensi lain yang ikut menjaga keraton. Ada pula yang memakai kalung melati
sebagai penolak bala.
Warga Solo raya sudah menanti di pinggiran jalan-jalan yang akan
dilewati pasukan kirab. Daerah yang menjadi pusat kerumunan warga adalah daerah
di depan kompleks keraton dan merupakan titik nol kota Solo, Gladag. Tahun ini
Keraton mengirab 9 Kebo Kyai Slamet dan 10 Pusaka yang dirahasiakan. Sebelum
prosesi kirab ini ada beberapa prosesi-prosesi lain, yakni wilujengan
(selamatan), dukutan, dilanjutkan kol-kolan (peringatan) meninggalnya Raja
Surakarta Paku Buwono X.
Kyai Slamet menjadi
pemimpin barisan kirab. di belakang Kebo Kyai Slamat adalah barisan
pusaka-pusaka. Tampak para pembesar keraton, putra-putri sinuhun PB XIII berada
di depan bersama Pusaka 1. Di belakang mereka adalah ratusan abdi dalem yang
berasal dari Solo Raya (Sukoharjo, Sragen, Boyolali, Klaten, Wonogiri, Klaten).
Semua abdi dalem tidak mengenakan alas kaki, alasannya karena apabila
mengenakan alas kaki, kaki akan menjadi lecet karena jauhnya perjalanan kirab. Selama prosesi Kirab para
peserta hendaknya tidak berbicara dan lebih banyak berdoa.
Kyai Slamet dengan
ribuan abdi dalem dan sentana di belakangnya berjalan keluar keraton menuju
alun-alun utara, kemudian sampai ke Gladag. Di Gladag, ribuan
orang sudah menanti kehadiran Kyai Slamet. Bahkan
sampai ada yang menggunakan mobil pick up yang di belakangnya dipasang kasur
karena prosesi kirab yang memakan waktu dari tengah malam hingga menjelang
subuh. Entah karena apa, kerbau-kerbau tersebut berbalik arah kembali ke dalam
keraton. Menurut kepercayaan masyarakat, kerbau-kerbau itu marah
karena ada penonton yang mengenakan baju merah, salah satu pantangan dalam
kirab tersebut. Para abdi dalem pun sempat heran karena baru pertama ini
kerbau-kerbau tersebut berbalik arah. Ditemani sang pawang, kerbau-kerbau
itu kembali ke Keraton.
Walaupun 9 kerbau
tersebut sudah balik ke keraton, kirab masih tetap dilangsungkan. Rombongan
berjalan dari Gladag, mengitari Benteng Vastenburg, menuju ke arah Pasar
Kliwon. Setelah berjalan beberapa ratus meter di Pasar Kliwon, rombongan pun
kembali berhenti, karena mendapat kabar bahwa para kerbau berjalan
kembali menuju jalannya kirab. Tampak pihak kepolisian mengatur arus keramaian
penonton dan mengikatkan penonton Setelah berhenti cukup lama, akhirnya kerbau
kyai slamet bisa kembali ke dalam barisan sebagai pemimpin
barisan kirab. Para abdi dalem
bersyukur dan berdoa untuk kelancaran prosesi kirab tersebut.
Yang unik dari Kirab 1
Suro di Keraton Surakarta
ini
adalah mitos tentang
ngalap berkah dari kotoran Kyai Slamet. kerbau-kerbau tersebut terkadang
mengluarkan kotoran. Beberapa warga dan abdi dalem ada yang mengambil
kotoran-kotoran kerbau tersebut dengan plastik. Menurut
keterangan dari seorang abdi dalem, berdasarkan kepercayaan dahulu siapa yang
mendapat kotoran kerbau tersebut maka akan dilancarkan rizkinya namun makna
tersebut bergeser menjadi untuk pupuk di rumah dan agar mendapat berkah.
Selama proses kirab itu berlangsung, ada satu pusaka di keraton yang dijaga agar
kemenyannya tidak padam, fungsinya adalah sebagai penolak hujan.
Setelah berjalan sepanjang kurang lebih 4,5 kilometer, rombongan
pusaka 1 tiba di Keraton pukul 03.30, diikuti oleh rombongan pusaka-pusaka yang
lain. Pukul 03.30 Pusaka 1 kembali
ke keraton setelah melewati perjalanan 4,5 km.
(Adelinta Pristia Defi)
0 komentar:
Posting Komentar